Doa yang Terkabul atau Hati yang Lapang?
Bermalam-malam saya datang
menemui Tuhan, membawa banyak harapan-harapan akan kemungkinan baik yang
terjadi di masa mendatang. Tetapi tetap, saya berbicara kosong tentang
harapan-harapan saya, meminta Tuhan untuk mengabulkan sementara ruh saya tidak
bersama dengan pikiran saya, doa itu seperti hanya mengambang-ngambang saja di
sudut-sudut kamar saya. Lalu setelah selesai berdoa, saya tersungkur,
menundukkan badan berharap Tuhan dapat memeluk saya yang telah hancur
berkeping-keping. Anehnya, justru pelukan itu jauh lebih nyata dibanding
keyakinan saya akan banyak bualan kata yang telah saya panjatkan. Pelukan itu
terasa hangat, menenangkan, dan memperbolehkan saya untuk menuangkan segala
kekacauan dan kekhawatiran yang menggelayut di kepala.
Pada malam-malam selanjutnya saya bertanya
pada-Nya, sesungguhnya apa yang saya butuhkan? Doa yang terkabul atau hati yang
lapang? Dan lagi, seperti biasanya pertanyaan yang muncul tak dapat begitu saya
menemukan jawabannya, hanya menggelayut di kepala dan menemukan jawabannya
sendiri esok lusa.
Komentar
Posting Komentar